Selasa, 02 Agustus 2011

Adityawarman

Asal-Usul
Adityawarman adalah putra dari Adwayawarman menurut prasasti Kuburajo, atau Adwayadwaja menurut prasasti Bukit Gombak. Nama ayahnya ini mirip dengan Adwayabrahma dalam prasasti Padangroco, yaitu seorang pejabat Kerajaan Singhasari yang ikut mengantar arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk Kerajaan Dharmasraya pada tahun 1286.
Raja Dharmasraya saat itu adalah Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Terlihat adanya kemiripan gelar sehingga dapat diduga kalau Adityawarman adalah keturunan dari Tribhuwanaraja.
Adityawarman dalam Pararaton disebut dengan nama Tuan Janaka yang bergelar Mantrolot Warmadewa [1]. Ibunya bernama Dara Jingga putri Kerajaan Malayu. Dara Jingga bersama adiknya yang bernama Dara Petak tiba di Jawa pada tahun 1293 dikawal oleh Kebo Anabrang, seorang perwira Singhasari yang ditugasi Kertanagara untuk menaklukkan Sumatra. Ahli waris Kertanagara yang bernama Raden Wijaya mengambil Dara Petak dan menyerahkan Dara Jingga kepada seorang “dewa”.
Kerajaan Malayu identik dengan Dharmasraya sehingga Dara Jingga dapat disebut sebagai putri Tribhuwanaraja. Suaminya yang disebut “dewa” ditafsirkan sebagai Adwayabrahma, yaitu pejabat tingkat tinggi berpangkat Rakryan Mahamantri dalam pemerintahan Kertanagara.
Jadi kesimpulannya, Adityawarman adalah putra Adwayabrahma seorang pejabat tinggi Singhasari yang lahir dari Dara Jingga putri raja Dharmasraya.
Namun demikian, ada pendapat lain mengatakan bahwa Adityawarman juga merupakan anak dari Raden Wijaya, yang berarti Raden Wijaya bukan hanya memperistri Dara Petak tetapi juga memperistri Dara Jingga. Hal ini mungkin saja terjadi sesuai dengan tradisi raja-raja Jawa waktu itu.[rujukan?]

Peran di Majapahit
Adityawarman dilahirkan di Majapahit saat pemerintahan Raden Wijaya (1293–1309). Menurut Pararaton, raja kedua Majapahit, yaitu Jayanagara, adalah putra Raden Wijaya yang lahir dari Dara Petak. Dengan demikian, hubungan antara Adityawarman dengan Jayanagara adalah saudara sepupu sesama cucu Srimat Tribhuwanaraja. Dari versi lain, mereka bukan hanya sesama cucu Srimat Tribuwanaraja tetapi juga saudara seayah sesama anak Raden Wijaya.[rujukan?]
Ketika Jayanagara menjadi raja, Adityawarman diangkat sebagai duta besar Majapahit untuk Cina pada tahun 1325. Dalam catatan Cina ia disebut dengan nama Seng-kia-lie-yulan. Saat itu Cina sedang dikuasai oleh Dinasti Yuan yang pernah mencoba menaklukkan Jawa pada zaman Raden Wijaya. Pengiriman duta ini menunjukkan adanya perdamaian antara Majapahit dengan bangsa Mongol.
Pada pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (adik Jayanagara), Adityawarman diangkat sebagai Wreddhamantri, atau menteri senior. Namanya tercatat dalam prasasti Blitar tahun 1330 sebagai Sang Arya Dewaraja Mpu Aditya. Demikian pula pada prasasti Manjusri tahun 1343 disebutkan bahwa, Adityawarman menempatkan arca Maٍjuçrī (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha di Bumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya.[2]

Identifikasi dengan Arya Damar
Arya Damar adalah tokoh dalam Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan sebagai bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343 [3]. Tokoh Arya Damar ini berasal dari Kediri. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman.
Sementara itu catatan Dinasti Ming menyebut di Sumatra terdapat tiga orang raja. Mereka adalah Seng-kia-li-yulan, Ma-ha-na-po-lin-pang, dan Ma-na-cha-wu-li. Ketiganya merupakan sebutan untuk Adityawarman, Maharaja Palembang, dan Maharaja Mauli.[rujukan?] Berdasarkan berita Cina tersebut, Adityawarman tidak sama dengan raja Palembang alias Arya Damar.
Jadi, pada zaman Majapahit tersebut, Pulau Sumatra dipecah menjadi tiga bagian, yaitu Pagaruyung dipimpin Adityawarman, Palembang dipimpin Arya Damar, dan Dharmasraya dipimpin Mauli. Mungkin raja Dharmasraya ini adalah keturunan Srimat Tribhuwanaraja.[rujukan?] Bisa jadi ia adalah paman atau mungkin sepupu Adityawarman.

Pindah ke Sumatra
Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit untuk wilayah Pulau Sumatra. Ia mendirikan istana baru bernama Malayapura di Pagaruyung (daerah Minangkabau) karena tidak mempunyai hak atas takhta Kerajaan Dharmasraya.
Selanjutnya, Adityawarman pun menjalankan misi penaklukkan Sumatra bagian utara yang saat itu dikuasai oleh Indrawarman raja Kerajaan Silo. Indrawarman adalah bekas tentara Singhasari yang menolak kedaulatan Majapahit dan memilih mendirikan kerajaan sendiri di daerah Simalungun.
Namun kesetiaan Adityawarman terhadap Majapahit luntur sepeninggal Gajah Mada. Pada tahun 1375 ia mengirim duta ke Cina untuk meminta bantuan dalam usaha memerdekakan diri. Tidak lama setelah itu, Adityawarman meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Ananggawarman.
Pada tahun 1409 pasukan Majapahit tiba di Sumatra untuk menumpas pemberontakan Pagaruyung. Namun saat itu masa kejayaan Majapahit sudah berakhir di mana pasukannya dapat dipukul mundur di Padang Sibusuk. Dan baru pada serangan kedua tahun 1411 kerajaan Pagaruyung dapat ditaklukkan.[rujukan?] Sedangkan daerah-daerah Siak, Kampar dan Indragiri yang melepaskan diri ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh [4], dan kemudian menjadi negara-negara merdeka.

Agama
Adityawarman diperkirakan penganut yang taat dari agama sinkretis Buddha Tantrayana dan Hindu Siwa, sebagaimana yang banyak dianut oleh para bangsawan Singhasari dan Majapahit. Ia diperlambangkan dengan arca Bhairawa Amoghapasa. Selama masa pemerintahannya di Pagaruyung, Adityawarman banyak mendirikan biaro (bahasa Minang, artinya vihara) dan candi sebagai tempat pemujaan Dewa Yang Agung. Sampai sekarang, masih dikenal nama tempat Parhyangan yang kemudian berubah tutur menjadi Pariangan, yaitu di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Adityawarman adalah pangeran berdarah campuran Jawa–Sumatra yang mendirikan Kerajaan Pagaruyung pada tahun 1339, dengan bergelar Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Mauli Warmadewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar